28 Oktober 2011

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI SMP AL FALAH DELTASARI WARU SIDOARJO


I
Korupsi adalah salah satu penyakit masyarakat yang sama dengan jenis kejahatan lain seperti pencurian, sudah ada sejak manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Yang menjadi masalah utama adalah meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan kemakmuran dan teknologi. Bahkan ada gejala dalam pengalaman yang memperlihatkan, semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan dorongan orang untuk melakukan korupsi.
Korupsi dengan berbagai definisi dan manefestasinya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah negeri yang bernama Indonesia. Rakyat Indonesia sudah sangat lelah mendengar dan membicarakan korupsi yang akhir-akhir ini tambah marak baik dari pejabat tinggi sampai pejabat yang paling bawah. Maraknya tindakan korupsi dinegri ini merupakan sebuah ironi di tengah-tengah masyarakat yang manyoritas beragama Islam.
Untuk itu, maka dunia pendidikan kini nampaknya mulai merasa bertanggung jawab akan pentingnya penanaman kesadaran melawan perilaku korupsi melalui institusi resmi sekolah yaitu Pendidikan Antikorupsi. Pendidikan Antikorupsi adalah tanggung jawab dunia pendidikan secara keseluruhan sehingga hendaknya ide Pendidikan Antikorupsi tidak hanya ada pada kurikulum pendidikan nasional di bawa kementrian pendidikan nasional namun juga dunia pendidikan di bawa kementrian departemen agama termasuk pendidikan tinggi didalamnya. Dengan adanya penanaman nilai-nilai agama dan moral mencegah korupsi secara spesifik melalui dunia pendidikan formal seperti melalui kurikulum SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, dan PTAI/PTN maka diharapkan mampu memberikan kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan jujur sehingga masalah korupsi akan dapat relatif ditekan dan selanjutnya dihilangkan di Indonesia.
Selama ini pendidikan agama dan moral disekolah belum bisa mencegah masyarakat untuk tidak melakukan korupsi. Sebab, pendidikan agama hanya ditekankan pada bagaimana cara menghafal kitab suci dan tata cara ibadah. Sedangkan pendidikan moral lebih menitikberatkan pendidikan kewarganegaraan. Akhirnya, sikap perilaku, mental, dan budaya korupsi berkembang justru dari institusi sekolah, keluarga, dan masyarakat atau sebaliknya dari masyarakat, sekolah, dan keluarga. Itu sebabnya mencegah korupsi harus diajarkan sejak dini, disekolah sehingga keluarga dan masyarakat juga terdidik untuk bersikap, berperilaku, bermental, dan berbudaya antikorupsi.
Itulah sebabnya, pengajaran agama harus terkait dengan rialitas kehidupan dimana siswa diajak secara aktif melihat, mengamati, mengambil sikap terhadap kejadian itu, bukan hanya sekedar hapalan yang melekat dibibir dan mewarnai kulit, tapi tidak mampu mengubah prilaku. Karena itu, sudah selayaknya pola pembinaan agama yang diajarkan sekolah lebih dititik beratkan kepada pengamalan ibadah dalam aktifitas sehari-hari dalam bentuk prilaku dan tindakan tidak sekedar transfer ilmu, tetapi mengajarkan pendidikan agama yang otentik.
Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sisdiknas disebutkan: Bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sesungguhnya apa yang terdapat dalam rumusan sistem pendidikan nasional diatas dapat dikatakan sudah memadai untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang tangguh, di samping menguasai berbagai disiplin ilmu dan keterampilan juga memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur.
Berdasarkan tujuan diatas, maka  pemerintah berencana memasukkan kurikulum pendidikan karakter di sekolah untuk mencegah korupsi yang meraja lelah di negeri ini, menurut Azyumardi Azra, bisa dilakukan setidaknya melalui pendekatan, sebagai berikut: pertama, menerapkan pendekatan modeling atau exemplary atau uswah hasanah. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan moral yang benar melalui model atau teladan.
Kedua, menjelaskan atau mengkalrifikasikan kepada peserta didik secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik dan buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan langkah-langkah; memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik, dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Ketiga, menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (character-based education). Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata pelajaran yang ada di samping matapelajarn-matapelajaran khusus untuk pendidikan karakter; seperti pelajaran agama, sejarah pancasilan, dan sebagainya.
Dengan demikian, munculnya tindakan korupsi di Indonesia yang dalam penelitian ini khsus menyoroti Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidorjo telah memberikan paradigma baru dalam mengatasi atau mencegah tindakan korupsi melalui pendidikan. Karena pendidikan mempunyai peran penting dalam pembentukan mentalitas, nilai-nilai dan budaya masyarakat. Kelemahan-kelemahan yang menyebabkan kegagalan pendidikan mencetak anak bangsa yang pandai sekaligus berbudi luhur sudah waktunya untuk diperbaiki. Pendidikan Antikorupsi juga penting untuk menjadi bagian dari kegiatan belajar-mengajar di berbagai sekolah.
Salah satu contoh sekolah SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo dengan Pendidikan Antikorupsi  paling tidak memberikan terobosan baru dalam mencegah tindakan korupsi di negeri ini sedini mungkin, agar generasi 10 sampai 15 tahun yang akan datang tidak lagi bermental korupsi.

II
Pendidikan Antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Dalam proses tersebut, maka pendidikan antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Pendidikan Antikorupsi juga merupakan instrumen untuk mengembangkan kemampuan belajar (learning capability) dalam menangkap konfigurasi masalah dan gugus kesulitan persoalan kebangsaan yang memicu terjadinya korupsi, dampak, pencegahan, dan penyelesaiannya. Karenanya, dalam rangka jangka panjang pendidikan antikorupsi bertujuan untuk membangun komitmen moral kebangsaan dan tata nilai kolektif (collective valui system) dalam melahirkan generasi baru yang lebih bersih, jujur, dan anti korupsi.
Pendidikan merupakan suatu proses humanisasi artinya dengan pendidikan manusia akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil, yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tataran sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman dan nyaman. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.
 Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional  Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan dilaksanakan juga untuk membantu anak didik untuk dapat memuliakan hidup (ennobling life). Pendidikan ditantang tidak hanya membantu anak didik, agar hidupnya berhasil tetapi lebih-lebih agar hidupnya bermakna di samping itu pendidikan mampu memberikan kearifan. Maka untuk mewujudkan Pendidikan Antikorupsi, harus menjadi tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian, yaitu pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal (masyarakat), yang ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain.
 Ketinganya harus mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan mengarahkannya untuk mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan kebututah zamannya, serta memberikan bimbingan moral-spiritual peserta didiknya.
Pendidikan Antikorupsi harus dimulai dari pendidikan keluarga dengan membentuk karakter anak sejak dini. Menurut Lickon menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetehuan tentang moral, moral feeling atau persaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengajarkan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
Pendidikan di sekolah, mengembangkan pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah.  Maka untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi,  pendidikan di sekolah harus diorientasikan pada tataran moral feeling dan moral action agar peserta didik tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai memiliki keinginan (will) dan kebiasaan (hebit), selain itu peserta didik harus memiliki conscience (nurani), self-esteem (percaya diri), empethy (merasakan penderitaan orang lain), loving the goog (mencintai kebenaran), self-control (mampu mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati).
Kesemuannya harus dikembangkan secara terpadu dan seimbang. Dengan demikian diharapkan potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal, baik pada aspek kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan, pandai, kemampuan membedakan yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan mana yang bermanfaat dan tidak manfaat. Kecerdasan emosional, berupa kemampuan mengendalikan emosi, menghargai dan mengerti perasaan orang lain, dan mampu bekerja dengan orang lain. Kecerdasan praktikal,  adalah menciptakan keperdulian terhadap lingkungan sekitar, dan menjaga kesehatan jasmani, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dunia.
 Sedangkan Kecerdasan sosial, yaitu memiliki kemampuan berkomunikasi, senang menolong, berteman, senang bekerja sama, senang berbuat untuk menyenangkan orang lain. Kecerdasan spiritual dan moral, yaitu memiliki kemampuan iman yang anggun, merasa selalu diawasi oleh Allah, gemar berbuat baik karena lillahi ta’alah, disiplin beribadah, sabar, ikhtiar, jujur, amanah, pandai bersyukur dan berterima kasih. Kelima kecerdasan ini harus dikembangkan dengan secara simultan,  diharapkan siap menghadapi dan memberantas perbuatan korupsi atau bersikap anti korupsi.
Pendidikan di sekolah harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses moral knowing, moral feeling, hingga moral action.  Kenapa, karena pendidikan memiliki peran yang strategis dalam mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan masyarakat berkeadaban, memiliki kemampuan, keterampilan, etos, dan motivasi untuk berpartisifasi aktif secara jujur dalam masyarakat.
Pendidikan di masyarakat, mengembangkan pendidikan keterampilan (skills), perilaku (behavior), pembentukan kebiasaan (habit formation), pemberian contoh atau pemodelan (social learning) dalam kehidupan di masyarakat.  Cara-cara inilah  yang harus dibiasakan dan di internalisasikan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, dilembaga-lembaga sosial masyarakat, lembaga-lembaga sosial keagama, di rumah-rumah ibadah, sehingga terbangun social-capital yang kokoh. Inti dari social-capital adalah trust (sikap amanah), atau masyarakat yang saling percaya dan dapat dipercaya, karena  memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab.
Pendidikan Antikorupsi adalah wujud nyata dan bagian dari usaha pemupukan dan penguatan modal sosial dan kultural. Pendidikan Antikorupsi-apalagi yang terintegrasi dengan nilai agama-berusaha untuk terus menyuarakan nurani dan konsistensi antara nilai, watak dan parktek; menguatkan keterkaitan antara keimanan dan perilaku sosial; menjelaskan dan menyambung kesalehan individu dan kesalehan sosial; membangun lembaga publik yang memiliki akuntabilitas dan kredibilitas; dan mengembangkan model alternatif pendidikan nilai dan integritas yang fungsional.
Pendidikan merupakan suatu instrumen perubahan yang mengedepankan cara damai (peaceful means), menjauhkan diri dari tarik-menarik politik pragmatis, relatif sepi dari caci maki dan hujatan sosial, berawal dari pembangkitan kesadaran kritis serta sangat potensial untuk bermuara pada pemberdayaan dan trasformasi masyarakat berdasarkan model penguatan inisiataif manusiawi dan nuraniah untuk suatu agenda perubahan sosial.
Hal ini, setidaknya disebabkan tiga faktor. Pertama, sekolah merupakan tempat berkumpulnya peserta didik, yang berasal dari berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dalam hal ini, sekolah berfungsi untuk mengakumulasikan berbagai bentuk sistem kebudayaan. Kedua, eksistensi sekolah merupakan miniatur untuk melihat sejuah mana maju mundurnya peradaban suatau negara.
Tiga, sekolah merupakan tempat di mana peserta didik menerima berbagai macam bentuk keterampilan yang secara pragmatis dapat dipergunakan dalam kehidupannya. Di pihak lain, sekolah juga merupakan tempat penumbuhan nilai, moralitas rligius, n kejujuran. Dengan nilai tersebut, diharapkan akan mampu menjadi alat kontrol dalam setiap aktifitas yang dilakukannya termasuk mencegah tindakan korupsi sedini mungkin.
Melihat pendapat diatas, Pendidikan Antikorupsi berpeluang diimplementasikan pada semua jenjang pendidikan mengingat bahwa Pendidikan Antikorupsi merupakan upaya untuk membentuk mentalitas dan etika peserta didik melalui upaya pembiasaan, keteladanan, dan environment antikorupsi dari semua jenjang pendidikan.
Perlunya Pendidikan Antikorupsi diberikan melalui jenjang formal, setidaknya karena beberapa alasan: Pertama, institus pendidikan menjadi tempat sosialisasi kedua setelah keluarga serta stasiun tempat peserta didik dapat dirangsang pertumbuhan dan kesadaran moralnya karena berhadapan dengan cara bernalar dan bertindak moral yang mungkin berbeda dengan apa yang selama dipelajari dari keluarga.
Kedua, di institusi pendidikan formal peserta didik berhadapan dengan sistem nilai yang berbeda dan lebih luas dari nilai yang berlaku dalam kenyataan yang dianut keluarga dan biasanya belajar kedisiplinan lebih mudah diinternalisasikan di lembaga pendidikan formal daripada di lingkungan rumah.
 Ketiga, pendidikan di lembaga pendidikan formal merupakan bagian dari proses pembudayaan, buka hanya pengalihan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta pelatihan teknis keterampilan tertentu, tetapi juga penumbuhan dan pengembangan terhadap pembentukan mentalitas pribadi yang berbudaya, beradab untuk menjalankan sistem nilai yang seharusnya dianut dalam masyrakat.
Pendidikan Antikorupsi, diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kecintaan terhadap bangsa dan negara, memiliki prilaku yang baik, bermoral, berakhlakul karimah dan memiliki keimanan yang kuat.  Sejak dini para murid mulai diperkenalkan dan mempelajari betapa menarik dan buruknya dunia perkorupsian di Indonesia dalam mata pelajaran Anti-Korupsi. Maka,  dalam mata pelajaran anti korupsi, para murid dapat membahas tentang bahaya korupsi, isu-isu terkini seputar korupsi, siapa saja pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, dan siapa saja yang sudah diputuskan bersalah.  Maka dari Pendidikan Antikorupsi, target yang diharapkan adalah bagaimana menanamkan sebuah pola pikir dan sikap kepada masyarakat Indonesia terutama para pelajar sebagai calon-calon pemimpin untuk ”mengharamkan”  dan bahkan pada sikap ”membenci” suatu perbuatan atau perilaku yang dinamakan dengan tindakan korupsi.
Karena itu, pemberantasan korupsi harus dijadikan sebagai collective ethics terutama dari pilar negara seperti pemerintah, kalangan swasta, dan civil society. Karenan pendidikan merupakan satu instrumen perubahan untuk melakukan pemberdayaan (empowerment) dan transformasi sosial (sosial transformation) melalui berbagai program yang mencerminkan adanya inisiatif perubahan sosial.


III

Program Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo menjadi bagian Pendidikan Karakter yang disisipkan kedua materi pelajaran PAI dan PKn. Dengan tetap mengacu kepada visi-misi dan tujuan pendidikan Islam maupun tujuan pendidikan nasional.
Sebagai bagian dari pendidikan karakter, Pendidikan Antikorupsi merupakan salah satu hal yang sangat signifikan.  Karenan program tersebut lebih banyak berperan sebagai suplemen pada mata pelajaran-pelajaran yang sudah ada, ketimbang sebagai bahan pelajaran baru yang  menambah beban pelajaran bagi siswa di sekolah. Sehingga Pendidikan Antikorupsi diintegrasikan ke materi pelajaran PAI dan PKn yang mempuanyai sepuluh (10) nilai utama dari dua materi tersebut. Sepuluh nilai tersebut terdiri dari: Religius, Jujur, Toleran, Disiplin, Kerja keras, Demokratis, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Peduli sosial, dan Tanggung jawab.
Sepuluh nilai utama tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam penbentukan nilai karakter anti korupsi yang telah terprogram dalam pembelajaran PAI dan PKn yang harus dilaksanakan oleh siswa dalam proses belajara mengajar dikelas, sekolah, dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari diliur sekolah.
Sepuluh nilai Pendidikan Antikorupsi diatas menjadi salah satu jalan untuk mencerdaskan hati. Pada kondisi korupsi yang terus menjalar, amat penting keseimbangan antara kecerdasan otak dan hati. Dengan demikian siswa Al Falah Deltasari Waru Siduarjo diharapkan akan lebih kaya dengan simpati, empati, suka membantu, saling asah, asih, asuh, saling membina, dan melindungi.
Adapun Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo guru PKn dan PAI mengajarkan siswa-siswinya  dalam proses belajar mengajar dikelas hanya dengan menanamkan nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi pada materi tertentu seperti dikatakan di atas dapatlah dimaklumi. Sebab seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa memang Pendidikan Antikorupsi tidak beridiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran khusus, melainkan hanya materi ajar yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain yang dalam hal ini materi Pendidikan Agama Islam (PAI). Selain itu guru PKn dan PAI dalam menankan nilai-nilai antikorupsi seringkali meberikan contoh seperti memutar lagu-lagu korupsi, dan prilaku kurupsi yang mengakibatkan kerugian Negara akibat ulah prilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat kita.
Berbicara mengenai moralitas dan upaya penanaman nilai-nilai luhur, tidak bisa lepas dari pendidikan, mengingat pendidikan mempunyai dua fungsi esensial, yaitu: menumbuhkan kreativitas dan menanamkan/mensosialisasikan nilai-nilai luhur. Pendidikan perlu menempatkan manusia dalam kedudukan sentral, dan menempatkan lingkungan sebagai suatu sistem dengan manusia sebagai pusatnya, dengan fungsi esensila inilah  nilai-nilai anti korupsi telah dilaksanakan di SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo. Nilai-nilai anti korupsi tidak hanya diajarkan oleh guru Agama dan PKn dikelas saja, melainkan juga diajarkan dalam setiap aktifitas sekolah maupun kegiatan lainnya.
Pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Antikorupsi terdapat faktor penunjang dan faktor penghambat. Faktor penunjang diantaranya: (1) kepribadian tiap siswa, (2) keteladanan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat yaitu: (1) kurangnya kesadaran siswa, (2) lingkungan atau latar belakang siswa dan kemajuan teknologi,(3) pengaruh negatif dari luar pribadi siswa dan kondisi yang memaksa siswa untuk berbuat tidak jujur, (4) terlampau seringnya tindakan korupsi masih adanya kebiasaan perilaku koruptif.
Adapun upaya untuk mengatasi hambatan pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di SPM Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo, yaitu: (1) menghimbau pada orang tua agar berperan menanamkan nilai-nilai anti korupsi, (2) Mengingatkan serta menjadi suri teladan yang baik bagi setiap siswa di sekolah, keluarga, dan masyarakat, (3) memberikan bimbingan melalui aktifitas ibadah,(4) dan selalu menanamkan bahwa segala hal yang dilakukan seseorang akan mendapatkan balasan dari Allah swt.

IV

Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo menjadi bagian pendidikan karakter. Karenan program tersebut lebih banyak berperan sebagai suplemen pada mata pelajaran-pelajaran yang sudah ada, ketimbang sebagai bahan pelajaran baru yang  menambah beban pelajaran bagi siswa di sekolah. Adapun Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo melalui materi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Nilai-nilai antikorupsi yang diajarkan oleh guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Agaman Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi nilai Religius, Jujur, Toleran, Disiplin, Kerja keras, Demokratis, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Peduli sosial, dan Tanggung jawab. Maka dengan internalisasi sepuluh karakter ini diharapkan peserta didika kelak siap menjadi pioner dalam gerakan anti korupsi.

Misnatun, M.Pd.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar