7 Desember 2011

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER



K
eunggulan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari pendidikan. Demikian juga karakter pribadi seseorang, sebagian besar dibentuk oleh pendidikannya. Karena itu, untuk membentuk pribadi yang terdidik, yang bertanggung jawab, mutlak dibutuhkan pendidikan karakter. Di tingkat sekolah, kultur sekolah perlu dibangun pendidikan kepriibadian, karena kepribadian itu tidak hanya tumbuh dari dalam diri sendiri, tetapi juga dipengaruhi juga oleh berbagai macam interaksi.
Diyakini karakter unggullah yang akan membangkitkan sebuah bangsa. Dan pendidikan yang baik itu mampu memgubah karakter menjadi pribadi terdidik. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita berusaha mengubah paradigm pendidikan kita untuk lebih menonjolkan pembangunan karakter.
Potensi bangsa kita yang begitu besar adalah ibarat air dalam bendungan besar. Kita bisa memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, seperti membangun turbin listrik, pengairan, mencuci, mandi, dan lain sebagainya.
Pendidikan karakter ini dibutuhkan sesuai dengan tujuan kita memanfaatkan potensi air yang besar ini, apakah akan digunakan untuk pembangkit lisrik, untuk mengairan, atau yang lainnya. Tapi kalau karakternya tidak dibentuk, maka potensi itu hanya tingal potensi. Seprti air  dalam kubangan karsasa yang tidak bermanfaat apa-apa.

Tiga tahap
Ada tiga tahapan yang harus diajarkan. Pertama, pendidikan yang disampaikan harus mampu menumbuhakan kesadaran, bahwa setiap manusia itu sama, yakni sebagai makhluk Tuhan. Kalau kesadaran atas kesamaan ini tumbuh, maka tidak aka nada perasaan sombong seolah-olah hanya dirinya sendiri yang benar, dan paling super. Sebaliknya akan muncul perasaan salaing menghargai dan saling menyayangi. Kesadaran sebagai makhluk Tuhan juga akan menumbuhkan kejujuran. Sebab, kita tidak akan berbohong di hadapan Tuhan.
Kedua, pendidikan harus menumbuhkan karakter keilmuan. Orang yang berilmu akan memiliki kepenasaran intelektual, sehingga ia bukan hanya cerdas secara pribadi, tapi juga bisa mencerdaskan kehidupannya dengan mampu mencari pilihan-pilihan hidup.
Ketiga, pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa. Dengan demikian, setiap individu diharapkan akan menjaga keutuhan bangsa dan memperpanjang kehormatan bangsa.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, ada tiga factor yang harus disempurnakan. Pertama, menyangkut materi atau bahan ajar. Kedua, metodologinya. Ketiga, para pelaku dan stakeholder-nya.
Materi atau bahan ajar meliputi penyempurnaan kurikulum dan fasilitas pembelajaran. Metodelogi, antara lain menyangkut pendekatan dalam penyampaian bahan ajar. Misalnya, para pendidik harus lebih menonjolkan kasih saying kepada para peserta didik. Semua anak didik harus diperlakukan sama, dan pendidik harus menghindari sikap-sikap marah dan emosional.
Dari sisi stakeholder, masyarakat juga harus mampu menciptakan school culture, yakni budaya sekolah dalam upaya membangun karakter yang terdidik tadi. Dalam hal kurikulum, pelaksanaan pendidikan karakter, tidak perlu melakukan perubahan kurikulum. Cukup memperkuat atau memperkaya saja. Setidaknya, ada empat mata pelajaran yang harus diperkaya, yakni Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan Bahasa Indonesia. Dalam PKn misalnya terkandung pilar kebangsaan yakni UUD 45, Pancasila, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Matode pengajaran juga tidak harus diseragamkan karena metode pengajaran di lembaga-lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tentu berbeda dengan di sekolah menegah dan perguruan tinggi. Yang jelas, harus ditanamkan dulu kesadaran-kesadaran kognitif, afektif dan psikomotorik, sebelum kesadaran yang bersifat rasional.

6 Desember 2011

MEMBANGUN KEUNGGULAN GENERASI BANGSA





Pendidikan karakter mestinya ibarat oksigen dalam kehidupan ini, siapapun dia, apa pun statusnya, berapa pun usianya, membutuhkan oksigen untuk bekal menjalani kehidupan.
Itulah yang ingin diterapkan pada pendidikan karakter di lingkungan Kemdiknas. Lalu apa pentingnya pendidikan karakter? Pertanyaan pendek ini bisa memunculkan jawaban penajang dan beragam. Bahkan tidak mustahil menjebak kita ke dalam kumparan definisi yang rumit, silang argument yang memancing selisih pendapat.
Walau pertanyaan ini melahirkan sederet pengertian, namun semua pasti sepakat dalam satu hal, betapa pentingnya pendidikan karakter bagi pembangunan generasi bangsa dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sasaran pendidikan karekter, sebagaimana yang dikatakan oleh presiden SBY, bukan hanya kecerdasan, ilmu dan pengetahuan, tetapi juga moral, budi pekerti, watak, nilai, perilaku, mental dan kepribadian yang tangguh, unggul dan mulia, inilah karakter.
Mengutip pemikiran Aristoteles, ada dua keunggulan manusia (human excellent). Pertama, keunggulan, kehebatan dalam pemikiran. Kedua, keunggulan, kehebatan dalam karakter. Kedua jenis keunggulan manusia ini dapat dibangun, dibentuk, dan dikembangkan, melalui pendidikan.
Sesungguhnya karakter yang ingin dibangun bukan hanya sekedar karakter berbasis kemuliaan diri semata, tapi secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa.
Karakter yang ingin dibangun bukan hanya kesantunan, tapi secara bersamaan dibangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaran intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi.
Ada ilustrasi yang bisa menggambarkan tentang pentingnya karakter, yaitu permainan sirkus. Dalam dunia sirkus, pelaku-pelakunya telah mengalami kehilangan karakter orisinilnya (genuine character). Singa sang raja hutan yang mestinya galak, menjadi hewan penurut. Demikian juga yang terjadi pada hewan-hewan lain, sehingga menjadi aneh dan lucu.
Semakin aneh dan lucu semakin terkagum. Itulah dunia sirkus, dunia keanehan dan kelucuan. Sebagai lelucon, memang menarik dan kalau kita terjebak dalam keanehan dan kelucuan  itu, berarti kita sebagai pengikut madzhab sirkuisme.
Tentu, dunia riil kita bukanlah dunia sirkus, oleh karena harus kita bangun dan tumbuhkan karakter orisinil kita sebagai bangsa antara lain; pejuang, tangguh, cerdas, cinta tanah air sekaligus santun dan penuh kasih saying.
Pendidikan kita, secara imperative harus mampu membangun kembali karakter orisinil tersebut, karena kalau tidak semua khawatir akan menjadi bangsa lelucon.