3 Januari 2013

PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DAN METODE ACTIVE LEARNING


PENDAHULUAN

Pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya, makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya dan makhluk sosial dengan segala tanggung jawabnya yang hidup tengah-tengah masyarakat global dengan segala tantangannya. Dari itulah pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab[1].
Untuk mewujudkan cita-cita mulia pendidikan, diperlukan sistem pembelajaran yang representatif, yaitu sistem yang mampu mengelola peserta didik mulai dari input, proses dan output berbasis pemenuhan kebutuhan dan pengembangan potensi setiap unsur yang terdapat di dalam diri manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan jasmani, akal, ruh maupun kebutuhan berinteraksi, maka akan tercipta keseimbangan yang akan berdampak pada kebahagiaan dan kedamaian.
Kenyataannya, pendidikan terutama di Indonesia belum mampu melakukan penyeimbangan dan pengembangan terhadap potensi-potensi yang terdapat dalam diri anak didik. Memang aturan-aturan penyelenggaraan pendidikan sudah mulai tertata terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (NSP). Namun demikian sistem penyelenggaraan pendidikan yang digunakan belum ada perubahan yang signifikan sehingga masih banyak sekolah/madrasah yang beberapa elemen sistem pendidikannya masih kurang sejalan dengan “sistem pendidikan yang proporsional”. Proporsional tidak hanya mampu sekadar seimbang, tetapi juga manusiawi, yakni mampu mengembangkan potensi-potensi fitrah manusia.
Untuk memperbaiki pendidikan di negeri ini, maka berbagai potensi dan kecerdasan yang dimiliki anak wajib digali, dikembangkan dan diarahkan dengan baik oleh orang tua, keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, pemerintah dan negara untuk mencetak generasi unggul dan “sukses hidup” di tengah persaingan global. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi, bakat, minat dan kecerdasannya yang berbeda-beda. Menyelenggarakan pendidikan yang memanusiakan anak, memperlakukan anak dengan ramah dan dapat mempersiapkan dan mengembangkan potensi (fitrah) manusia sebagai hamba Allah di dunia dan khalifatullah di muka bumi yang merupakan tujuan utama pendidikan islam.
Menyadari akan berbagai peristiwa di atas terdapat lembaga pendidikan islam yang telah berusaha untuk membenahi sistem pendidikannya melalui “Pendidikan berbasis Multiple Intelligences System (MIS)”, yaitu merupakan suatu sistem pendidikan mulai dari input, proses dan output yang sangat menghargai setiap potensi anak didik. Dalam MIS guru dipantik menjadi inspirator bagi anak didik yang siap menghatarkan mereka untuk menemukan kompetensi terbaik lebih awal dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral kemanusiaan.

MAKNA KONSEPTUAL DAN IMPLEMENTASI

A.      Konsep Multiple Intelligences System (MIS)[2]
      Teori kecerdasan “Multiple Intelligences”, sebuah teori psikologi yang digagas oleh Howard Gardner,  psikolog dari Harvard University tahun 1983, dengan delapan macam kecerdasan, yakni (1) Kecerdasan verbal/linguistik, (2) Logika matematik, (3) Visual/spasial, (4) Music/rhythmic, (5) Bodi/kinestetik, (6) Interpersonal, (7) Intrapersonal, dan (8) Naturalistic. Dalam dunia pendidikan 8 kecerdasan tersebut telah dijadikan alat tes Multiple Intelligences Research (MIR) untuk mengetahui kecerdasan tertinggi dan gaya belajar anak didik, sedangkan dalam proses pembelajaran dijadikan sebagai strategi untuk membantu mempercepat menemukan kondisi akhir terbaik anak didik, yakni sebuah profesi yang akan menghasilkan kemanfaatan dan keuntungan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat tanpa ada hubungannya dengan ketuhanan/kecerdasan spiritual.

B.      Implementasi
  1.  Untuk melaksanakan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences System (MIS) yang mampu mengubah dari kondisi siswa negatif ke kondisi positif dengan berbagai jenis kecerdasan dan kondisi siswa, dilaksanakan rekuitmen guru berkualitas, dengan syarat utama: bersedia terus belajar dan memiliki komitmen, rekruitmen diselenggarakan melalui tes tulis, praktik (microteaching) dan wawancara,
  2.   Proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences System (MIS),
  3.  Penyusunan lesson plan berdasarkan hasil MIR dan SOP dengan memperhatikan 8 kecerdasan tertinggi, dan kondisi siswa,
  4.  Penggunaan strategi Multiple Intelligences dalam pembelajaran didasrkan pada cara kerja otak secara holistic activiteis dan whole brain dengan variasi metode, aktivitas, tugas dan teaching aids yang disesuaikan dengan jenis kecerdasan dan kondisi siswa,
  5.  Materi pembelajaran dikaitkan dan diaplikasikan dengan kehidupan nyata sehari-hari, untuk menumbuh-kembangkan kepedulian lingkungan dan sosial yang berujung pada peningkatan kecerdasan spiritual manuju Islamic Character Building,
  6.  Penilaian kompetensi siswa, meliputi ranah kognitif (daya pikir/pemahaman materi), psikomotorik (produk/karya hasil belajar), dan afektif (sikap/respon siswa selama pembelajaran),
  7.  Siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran satu tema, di remidi dan diberi soal-soal lain hingga siswa mampu menjawab sesuai dengan apa yang dia bisa,
  8.  Penilaian kompetensi guru meliputi: hasil belajar siswa kualitas lesson plan, kreativitas dan perilaku/kinerja. Penilaian tersebut sesuai dengan profesionalisme guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. 


 C.       Kuasi Empat Kemampuan Dasar
Apa yang dilakukan jika menemukan bakat si kecil yang menonjol? Tentu fokus mengasah satu talenta tersebut. Padahal, setiap buah hati menyimpan potensi besar yang semua bisa dioptimalkan.
“Setiap anak berpotensi memiliki kecerdasan majemuk atau multiple intelligence. Syaratnya berkembang dengan baik sejak dari kandungan” tegas dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), spesialis tumbuh kembang. Multiple Intelligences (MI) merupakan kecerdasan yang terdiri atas sembilan kecerdasan yakni, kinestetik, linguistik, matematik dan logik, spasial (abstraksi ilmu ukur ruang), visual, interpersonal (hubungan dengan orang lain), intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri), naturalis (mengenal tanaman dan hewan), serta musik[3].
Dokter wawan menjelaskan, peluang buah hati bisa menguasai Multiple Intelligences bermula dari kondisi kehamilan sang bunda yang sehat dan proses persalinan yang aman. Dalam proses tumbuh kembang, Bunda tidak perlu memaksa si kecil menguasai semua jenis kecerdasan. Yang perlu dilakukan adalah membuat si kecil menguasai empat kemampuan dasar yakni, motorik kasar, motorik halus, sosialisasi dan berbahasa.
“Jika semua hal itu terpenuhi, ketika anak memiliki perkembangan proporsi yang seimbang, anak itu berhak mempunyai Multiple Intelligence” ujarnya. Semua itu harus dikuasai sebelum buah hati berusia enam tahun.
Kemampuan motorik kasar akan mendorong kecerdasan kinestetik. Bahasa mendorong kecerdasan linguistik dan musikal. Motorik halus mendorong kecerdasan kemampuan visual spasial dan logikal matematika. Sementara kemampuan sosial dan kemandirian bisa mendorong kemampuan natural, interpersonal dan intrapersonal hingga moral spiritual.
Setelah buah hati terlihat menguasai keempatnya, barulah bunda berdiskusi dengan si kecil soal bidang yang paling diminati. Di sisi lain, kenalkan pula beragam kemampuan kecerdasan dengan cara yang fun dan tidak memaksa. “Nanti anak memilih sendiri apa yang disukainya. Kalai anak menyukainya akan muncul potensi di bidang itu” terang wawan.
Satu hal yang haram dalam proses mengasah Multiple Intelligence adalah memaksa si kecil menguasai bidang tertentu. Jika dipaksakan, bakal jadi bumerang. “Si kecil bisa saja menguasai bidang yang diarahkan orang tua. Tetapi mereka tidak akan mendapat potensi sesungguhnya”. Tegas wawan

D.      Active Learning Metode
Metode active learning adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif, dengan menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan masalah, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka ketahui ke dalam persoalan yang adal dalam kehidupan nyata (Zaini, 2002, XVI).
Sesuatu metode pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif menggunakan otak baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam suatu peprsoalan yang ada dalam kehidupan nyata. (Zaini, 2002, XIII).
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaam semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencpai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. (Hartono, 2009: 1). Dalam hal ini pembelajaran aktif merupakan segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siwa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi, diantaranya aktivitas siswa, peran guru dan pemanfataan lingkungan dalam proses pembelajaran tersebut.
Metode belajar aktif dalam pendidikan agama Islam, khususnya bagi kelas usia rendah merupakan cara yang efektif digunakan karena untuk mempelajari sesuatu dengan baik, belajar aktif membantu untuk mendengarkannya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentang pelajaran tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Yang paling penting mereka memecahkan masalah secara sendiri, memberikan contoh yang kreatif dan melakukan berbagai tugas. Belajar aktif dalam pendidikan agama Islam akan mampu menciptakan lulusan yang mandiri dan kreatif karena segala aktifitasnya itu didasarkan atas pengalaman yang nyata.
Deskripsi penerapan metode active learning, instrumen yang digunakan pada hal ini adalah wawancara kepada guru mata pelajaran fiqih, karena pada siklus II guru juga mendampingi siswa dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode active larning, sehingga guru mengetahui peningkatan baik prestasi maupun minat siswa terhadap pelajaran. Metode active learning sangat perdampak positif bagi proses belajar, siswa lebih aktif, minat siswa meningkat dan prestasi siswapun terbukti meningkat, dalam hal ini dapat memudahkan pendidik dalam PBM untuk memahamkan materi yang diajarkan.


PENUTUP
Kesimpulan dari hasil kegiatan seluruh pembahasan bahwa pembelajaran dengan metode active learning dapat membawa dampak positif terhadap prestasi siswa, dibuktikan dengan perolehan tes yang sangat meningkat dan respon pendidik tentang metode active learning pun begitu positif dan dapat dijadikan acuan untuk materi yang akan datang. Untuk menggunakan metode active learnig, diperlukan perencanaan yang matang untuk mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan baik media ataupun materi.


DAFTAR PUSTAKA
 AL-Abrashi, Muhammad ‘Atiyah. At-Tarbiyyah Al-Islamiyah, Kairo; Dar al Ma’rif, 1985.
Agustuan, Ary Ginanjar, Emotional Spiritual Quotient (ESQ). Jakarta PT. Arga, 2002.
Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia. Bandung PT. Mizan Pustaka, 2009.
Elain, B. Johnson. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Asage Publication Company Thousand Oaks, 2002.
Eny Purwati, Ringkasan Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011.
Gardner, Howard. Development and Education of the Mind. New York: Basic Books, 1992.
______. Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York: Basic, 1993.
Hanifudin, Ringkasan Disertasi Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berbasis Multiple intelligences (MI), (Studi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang SMP. Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2010.
Jawa Pos, edisi Jum’at, 21 September 2012
Malik Fadjar, A. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998.
Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006.
Nash ‘Ulwan, Abdullah. Tarbiyah al-Aqlad fi al-Islam. Kairo: Dar as-Salam, 1997.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2008.
______. Permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
______. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Siswam Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Balitbang, 2004.
______. Peraturan pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan Jakarta: Depdiknas, 2005.
______. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Undang-undang Guru dan Dosen. Jakarta: Cemerlang, 2005.


[1] Depdiknas, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Balitbang, 2004), 4
[2] Eny Purwati, Ringkasan Disertasi Model Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.
[3] Jawa Pos, edisi Jum’at, 21 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar