I
Korupsi adalah salah satu penyakit
masyarakat yang sama dengan jenis kejahatan lain seperti pencurian, sudah ada
sejak manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Yang menjadi masalah utama adalah
meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan kemakmuran dan teknologi.
Bahkan ada gejala dalam pengalaman yang memperlihatkan, semakin maju
pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan dorongan orang
untuk melakukan korupsi.
Korupsi dengan berbagai definisi dan
manefestasinya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah
negeri yang bernama Indonesia. Rakyat Indonesia sudah sangat lelah mendengar
dan membicarakan korupsi yang akhir-akhir ini tambah marak baik dari pejabat
tinggi sampai pejabat yang paling bawah. Maraknya tindakan korupsi dinegri ini
merupakan sebuah ironi di tengah-tengah masyarakat yang manyoritas beragama
Islam.
Untuk itu, maka dunia pendidikan kini
nampaknya mulai merasa bertanggung jawab akan pentingnya penanaman kesadaran
melawan perilaku korupsi melalui institusi resmi sekolah yaitu Pendidikan
Antikorupsi. Pendidikan Antikorupsi adalah tanggung jawab dunia pendidikan
secara keseluruhan sehingga hendaknya ide Pendidikan Antikorupsi tidak hanya
ada pada kurikulum pendidikan nasional di bawa kementrian pendidikan nasional
namun juga dunia pendidikan di bawa kementrian departemen agama termasuk
pendidikan tinggi didalamnya. Dengan adanya penanaman nilai-nilai agama dan
moral mencegah korupsi secara spesifik melalui dunia pendidikan formal seperti
melalui kurikulum SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, dan PTAI/PTN maka diharapkan mampu
memberikan kontribusi pada pembangunan mental dan moral yang bersih dan jujur
sehingga masalah korupsi akan dapat relatif ditekan dan selanjutnya dihilangkan
di Indonesia.
Selama ini pendidikan agama dan moral
disekolah belum bisa mencegah masyarakat untuk tidak melakukan korupsi. Sebab,
pendidikan agama hanya ditekankan pada bagaimana cara menghafal kitab suci dan
tata cara ibadah. Sedangkan pendidikan moral lebih menitikberatkan pendidikan
kewarganegaraan. Akhirnya, sikap perilaku, mental, dan budaya korupsi
berkembang justru dari institusi sekolah, keluarga, dan masyarakat atau
sebaliknya dari masyarakat, sekolah, dan keluarga. Itu sebabnya mencegah
korupsi harus diajarkan sejak dini, disekolah sehingga keluarga dan masyarakat
juga terdidik untuk bersikap, berperilaku, bermental, dan berbudaya
antikorupsi.
Itulah sebabnya, pengajaran agama harus
terkait dengan rialitas kehidupan dimana siswa diajak secara aktif melihat,
mengamati, mengambil sikap terhadap kejadian itu, bukan hanya sekedar hapalan
yang melekat dibibir dan mewarnai kulit, tapi tidak mampu mengubah prilaku.
Karena itu, sudah selayaknya pola pembinaan agama yang diajarkan sekolah lebih
dititik beratkan kepada pengamalan ibadah dalam aktifitas sehari-hari dalam
bentuk prilaku dan tindakan tidak sekedar transfer ilmu, tetapi mengajarkan
pendidikan agama yang otentik.
Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sisdiknas disebutkan: Bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Sesungguhnya apa yang terdapat dalam
rumusan sistem pendidikan nasional diatas dapat dikatakan sudah memadai untuk
membentuk peserta didik menjadi pribadi yang tangguh, di samping menguasai
berbagai disiplin ilmu dan keterampilan juga memiliki akhlak dan budi pekerti
yang luhur.
Berdasarkan tujuan diatas, maka pemerintah berencana memasukkan kurikulum
pendidikan karakter di sekolah untuk mencegah korupsi yang meraja lelah di
negeri ini, menurut Azyumardi Azra, bisa dilakukan setidaknya melalui
pendekatan, sebagai berikut: pertama, menerapkan pendekatan modeling
atau exemplary atau uswah hasanah. Yakni mensosialisasikan dan membiasakan
lingkungan sekolah untuk menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai akhlak dan
moral yang benar melalui model atau teladan.
Kedua, menjelaskan atau
mengkalrifikasikan kepada peserta didik secara terus-menerus tentang berbagai
nilai yang baik dan buruk. Usaha ini bisa dibarengi pula dengan
langkah-langkah; memberi penghargaan (prizing) dan menumbuhsuburkan (cherising)
nilai-nilai yang baik, dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discouraging)
berlakunya nilai-nilai yang buruk. Ketiga, menerapkan pendidikan
berdasarkan karakter (character-based education). Hal ini bisa dilakukan
dengan menerapkan character-based approach ke dalam setiap mata
pelajaran yang ada di samping matapelajarn-matapelajaran khusus untuk
pendidikan karakter; seperti pelajaran agama, sejarah pancasilan, dan
sebagainya.
Dengan demikian, munculnya tindakan
korupsi di Indonesia yang dalam penelitian ini khsus menyoroti Pendidikan
Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidorjo telah memberikan paradigma
baru dalam mengatasi atau mencegah tindakan korupsi melalui pendidikan. Karena
pendidikan mempunyai peran penting dalam pembentukan mentalitas, nilai-nilai
dan budaya masyarakat. Kelemahan-kelemahan yang menyebabkan kegagalan
pendidikan mencetak anak bangsa yang pandai sekaligus berbudi luhur sudah
waktunya untuk diperbaiki. Pendidikan Antikorupsi juga penting untuk menjadi
bagian dari kegiatan belajar-mengajar di berbagai sekolah.
Salah satu contoh sekolah SMP Al Falah
Deltasari Waru Sidoarjo dengan Pendidikan Antikorupsi paling tidak memberikan terobosan baru dalam
mencegah tindakan korupsi di negeri ini sedini mungkin, agar generasi 10 sampai
15 tahun yang akan datang tidak lagi bermental korupsi.
II
Pendidikan
Antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar
mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Dalam proses tersebut,
maka pendidikan antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan
pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan
karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik)
terhadap penyimpangan perilaku korupsi. Pendidikan Antikorupsi juga merupakan
instrumen untuk mengembangkan kemampuan belajar (learning capability)
dalam menangkap konfigurasi masalah dan gugus kesulitan persoalan kebangsaan
yang memicu terjadinya korupsi, dampak, pencegahan, dan penyelesaiannya.
Karenanya, dalam rangka jangka panjang pendidikan antikorupsi bertujuan untuk
membangun komitmen moral kebangsaan dan tata nilai kolektif (collective valui
system) dalam melahirkan generasi baru yang lebih bersih, jujur, dan anti korupsi.
Pendidikan
merupakan suatu proses humanisasi artinya dengan pendidikan manusia akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil, yang
memiliki rasa tanggung jawab terhadap tataran sistem sosial sehingga akan lebih
baik, aman dan nyaman. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin),
pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
Dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3
bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan
dilaksanakan juga untuk membantu anak didik untuk dapat memuliakan hidup (ennobling life). Pendidikan
ditantang tidak hanya membantu anak didik, agar hidupnya berhasil tetapi
lebih-lebih agar hidupnya bermakna di samping itu pendidikan mampu memberikan
kearifan. Maka untuk mewujudkan Pendidikan Antikorupsi, harus menjadi
tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, karena itu
pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian,
yaitu pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal
(masyarakat), yang ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lain.
Ketinganya harus mampu melaksanakan fungsinya
sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasilitas edukatif, wahana
pengembangan potensi yang ada pada diri peserta didik dan mengarahkannya untuk
mampu bernilai efektif-efisien sesuai dengan perkembangan dan kebututah
zamannya, serta memberikan bimbingan moral-spiritual peserta didiknya.
Pendidikan
Antikorupsi harus dimulai dari pendidikan keluarga dengan membentuk karakter
anak sejak dini. Menurut Lickon menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character)
yaitu moral knowing atau pengetehuan tentang moral, moral feeling atau
persaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini
diperlukan agar siswa didik mampu memahami, merasakan dan mengajarkan sekaligus
nilai-nilai kebajikan.
Pendidikan
di sekolah, mengembangkan pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi
tugas dan tanggung jawab para pendidik (guru) di sekolah. Maka untuk
mewujudkan pendidikan antikorupsi, pendidikan di sekolah harus diorientasikan
pada tataran moral feeling dan moral action agar peserta didik
tidak hanya berhenti pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai
memiliki keinginan (will) dan kebiasaan (hebit), selain itu
peserta didik harus memiliki conscience (nurani), self-esteem
(percaya diri), empethy (merasakan penderitaan orang lain), loving
the goog (mencintai kebenaran), self-control (mampu mengontrol
diri), dan humility (kerendahan hati).
Kesemuannya
harus dikembangkan secara terpadu dan seimbang. Dengan demikian diharapkan
potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal, baik pada aspek
kecerdasan intelektual, yaitu memiliki kecerdasan, pandai, kemampuan membedakan
yang baik dan buruk, benar dan salah, serta menentukan mana yang bermanfaat dan
tidak manfaat. Kecerdasan emosional, berupa kemampuan mengendalikan emosi,
menghargai dan mengerti perasaan orang lain, dan mampu bekerja dengan orang
lain. Kecerdasan praktikal, adalah menciptakan keperdulian terhadap lingkungan
sekitar, dan menjaga kesehatan jasmani, dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan dunia.
Sedangkan Kecerdasan sosial, yaitu
memiliki kemampuan berkomunikasi, senang menolong, berteman, senang bekerja
sama, senang berbuat untuk menyenangkan orang lain. Kecerdasan spiritual dan
moral, yaitu memiliki kemampuan iman yang anggun, merasa selalu diawasi oleh
Allah, gemar berbuat baik karena lillahi ta’alah, disiplin beribadah,
sabar, ikhtiar, jujur, amanah, pandai bersyukur dan berterima kasih. Kelima
kecerdasan ini harus dikembangkan dengan secara simultan, diharapkan siap
menghadapi dan memberantas perbuatan korupsi atau bersikap anti korupsi.
Pendidikan di
sekolah harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses moral
knowing, moral feeling, hingga moral action. Kenapa, karena
pendidikan memiliki peran yang strategis dalam mendukung dan bahkan
mempercepat pembentukan masyarakat berkeadaban, memiliki kemampuan,
keterampilan, etos, dan motivasi untuk berpartisifasi aktif secara jujur dalam
masyarakat.
Pendidikan
di masyarakat, mengembangkan pendidikan keterampilan (skills), perilaku
(behavior), pembentukan kebiasaan (habit formation), pemberian
contoh atau pemodelan (social learning) dalam kehidupan di masyarakat.
Cara-cara inilah yang harus dibiasakan dan di internalisasikan
dalam kehidupan di lingkungan masyarakat, dilembaga-lembaga sosial masyarakat,
lembaga-lembaga sosial keagama, di rumah-rumah ibadah, sehingga terbangun social-capital
yang kokoh. Inti dari social-capital adalah trust
(sikap amanah), atau masyarakat yang saling percaya dan dapat dipercaya,
karena memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab.
Pendidikan
Antikorupsi adalah wujud nyata dan bagian dari usaha pemupukan dan penguatan
modal sosial dan kultural. Pendidikan Antikorupsi-apalagi yang terintegrasi
dengan nilai agama-berusaha untuk terus menyuarakan nurani dan konsistensi
antara nilai, watak dan parktek; menguatkan keterkaitan antara keimanan dan
perilaku sosial; menjelaskan dan menyambung kesalehan individu dan kesalehan
sosial; membangun lembaga publik yang memiliki akuntabilitas dan kredibilitas;
dan mengembangkan model alternatif pendidikan nilai dan integritas yang fungsional.
Pendidikan
merupakan suatu instrumen perubahan yang mengedepankan cara damai (peaceful
means), menjauhkan diri dari tarik-menarik politik pragmatis, relatif sepi
dari caci maki dan hujatan sosial, berawal dari pembangkitan kesadaran kritis
serta sangat potensial untuk bermuara pada pemberdayaan dan trasformasi
masyarakat berdasarkan model penguatan inisiataif manusiawi dan nuraniah untuk
suatu agenda perubahan sosial.
Hal ini,
setidaknya disebabkan tiga faktor. Pertama, sekolah merupakan tempat
berkumpulnya peserta didik, yang berasal dari berbagai latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Dalam hal ini, sekolah berfungsi untuk mengakumulasikan
berbagai bentuk sistem kebudayaan. Kedua, eksistensi sekolah merupakan
miniatur untuk melihat sejuah mana maju mundurnya peradaban suatau negara.
Tiga, sekolah merupakan tempat di mana peserta didik menerima
berbagai macam bentuk keterampilan yang secara pragmatis dapat dipergunakan
dalam kehidupannya. Di pihak lain, sekolah juga merupakan tempat penumbuhan
nilai, moralitas rligius, n kejujuran. Dengan nilai tersebut, diharapkan akan
mampu menjadi alat kontrol dalam setiap aktifitas yang dilakukannya termasuk
mencegah tindakan korupsi sedini mungkin.
Melihat
pendapat diatas, Pendidikan Antikorupsi berpeluang diimplementasikan pada semua
jenjang pendidikan mengingat bahwa Pendidikan Antikorupsi merupakan upaya untuk
membentuk mentalitas dan etika peserta didik melalui upaya pembiasaan,
keteladanan, dan environment antikorupsi dari semua jenjang pendidikan.
Perlunya
Pendidikan Antikorupsi diberikan melalui jenjang formal, setidaknya karena
beberapa alasan: Pertama, institus pendidikan menjadi tempat sosialisasi
kedua setelah keluarga serta stasiun tempat peserta didik dapat dirangsang
pertumbuhan dan kesadaran moralnya karena berhadapan dengan cara bernalar dan
bertindak moral yang mungkin berbeda dengan apa yang selama dipelajari dari
keluarga.
Kedua, di institusi pendidikan formal peserta didik berhadapan
dengan sistem nilai yang berbeda dan lebih luas dari nilai yang berlaku dalam
kenyataan yang dianut keluarga dan biasanya belajar kedisiplinan lebih mudah
diinternalisasikan di lembaga pendidikan formal daripada di lingkungan rumah.
Ketiga, pendidikan di lembaga
pendidikan formal merupakan bagian dari proses pembudayaan, buka hanya
pengalihan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta pelatihan teknis keterampilan
tertentu, tetapi juga penumbuhan dan pengembangan terhadap pembentukan
mentalitas pribadi yang berbudaya, beradab untuk menjalankan sistem nilai yang
seharusnya dianut dalam masyrakat.
Pendidikan
Antikorupsi, diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang memiliki
kecintaan terhadap bangsa dan negara, memiliki prilaku yang baik, bermoral, berakhlakul
karimah dan memiliki keimanan yang kuat. Sejak dini para murid mulai
diperkenalkan dan mempelajari betapa menarik dan buruknya dunia perkorupsian di
Indonesia dalam mata pelajaran Anti-Korupsi. Maka, dalam mata pelajaran
anti korupsi, para murid dapat membahas tentang bahaya korupsi, isu-isu terkini
seputar korupsi, siapa saja pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, dan
siapa saja yang sudah diputuskan bersalah. Maka dari Pendidikan Antikorupsi,
target yang diharapkan adalah bagaimana menanamkan sebuah pola pikir dan sikap
kepada masyarakat Indonesia terutama para pelajar sebagai calon-calon pemimpin
untuk ”mengharamkan” dan bahkan pada sikap ”membenci” suatu perbuatan
atau perilaku yang dinamakan dengan tindakan korupsi.
Karena itu,
pemberantasan korupsi harus dijadikan sebagai collective ethics terutama
dari pilar negara seperti pemerintah, kalangan swasta, dan civil society.
Karenan pendidikan merupakan satu instrumen perubahan untuk melakukan
pemberdayaan (empowerment) dan transformasi sosial (sosial
transformation) melalui berbagai program yang mencerminkan adanya inisiatif
perubahan sosial.
III
Program Pendidikan
Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo menjadi bagian Pendidikan
Karakter yang disisipkan kedua materi pelajaran PAI dan PKn. Dengan tetap
mengacu kepada visi-misi dan tujuan pendidikan Islam maupun tujuan pendidikan
nasional.
Sebagai bagian dari pendidikan karakter,
Pendidikan Antikorupsi merupakan salah
satu hal yang sangat signifikan. Karenan
program tersebut lebih banyak berperan sebagai suplemen pada mata
pelajaran-pelajaran yang sudah ada, ketimbang sebagai bahan pelajaran baru
yang menambah beban pelajaran bagi siswa
di sekolah. Sehingga Pendidikan Antikorupsi diintegrasikan ke materi pelajaran
PAI dan PKn yang mempuanyai sepuluh (10) nilai utama dari dua materi tersebut.
Sepuluh nilai tersebut terdiri dari: Religius, Jujur, Toleran, Disiplin, Kerja
keras, Demokratis, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Peduli sosial, dan Tanggung
jawab.
Sepuluh nilai
utama tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam penbentukan nilai
karakter anti korupsi yang telah terprogram dalam pembelajaran PAI dan PKn yang
harus dilaksanakan oleh siswa dalam proses belajara mengajar dikelas, sekolah,
dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari diliur sekolah.
Sepuluh nilai Pendidikan Antikorupsi diatas menjadi salah
satu jalan untuk mencerdaskan hati. Pada kondisi korupsi yang terus menjalar, amat penting keseimbangan
antara kecerdasan otak dan hati. Dengan demikian siswa Al Falah Deltasari Waru
Siduarjo diharapkan akan lebih kaya dengan simpati, empati, suka membantu,
saling asah, asih, asuh, saling membina, dan melindungi.
Adapun Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru
Sidoarjo guru PKn dan PAI mengajarkan
siswa-siswinya dalam proses belajar
mengajar dikelas hanya dengan menanamkan nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi
pada materi tertentu seperti dikatakan di atas dapatlah dimaklumi. Sebab
seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa memang Pendidikan Antikorupsi tidak
beridiri sendiri sebagai sebuah mata pelajaran khusus, melainkan hanya materi
ajar yang diintegrasikan kepada mata pelajaran lain yang dalam hal ini materi
Pendidikan Agama Islam (PAI). Selain itu guru PKn dan PAI dalam menankan
nilai-nilai antikorupsi seringkali meberikan contoh seperti memutar lagu-lagu
korupsi, dan prilaku kurupsi yang mengakibatkan kerugian Negara akibat ulah
prilaku korupsi yang dilakukan oleh pejabat kita.
Berbicara mengenai moralitas dan upaya
penanaman nilai-nilai luhur, tidak bisa lepas dari pendidikan, mengingat
pendidikan mempunyai dua fungsi esensial, yaitu: menumbuhkan kreativitas dan
menanamkan/mensosialisasikan nilai-nilai luhur. Pendidikan perlu menempatkan
manusia dalam kedudukan sentral, dan menempatkan lingkungan sebagai suatu
sistem dengan manusia sebagai pusatnya, dengan fungsi
esensila inilah nilai-nilai anti korupsi telah dilaksanakan di SMP Al Falah Deltasari Sidoarjo. Nilai-nilai anti korupsi tidak hanya diajarkan
oleh guru Agama dan PKn dikelas saja, melainkan juga diajarkan dalam setiap aktifitas sekolah maupun kegiatan lainnya.
Pada pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Antikorupsi terdapat faktor penunjang dan faktor penghambat. Faktor penunjang
diantaranya: (1) kepribadian tiap siswa, (2)
keteladanan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan yang
menjadi faktor penghambat yaitu: (1) kurangnya kesadaran siswa, (2) lingkungan atau latar belakang siswa dan kemajuan teknologi,(3)
pengaruh negatif dari luar pribadi siswa dan kondisi yang memaksa siswa untuk
berbuat tidak jujur, (4) terlampau seringnya tindakan korupsi masih
adanya kebiasaan perilaku koruptif.
Adapun upaya untuk mengatasi
hambatan pelaksanaan Pendidikan
Antikorupsi di SPM Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo, yaitu: (1) menghimbau pada orang tua agar berperan menanamkan
nilai-nilai anti korupsi, (2) Mengingatkan serta menjadi suri teladan yang baik
bagi setiap siswa di sekolah, keluarga, dan masyarakat, (3) memberikan bimbingan
melalui aktifitas ibadah,(4) dan selalu menanamkan bahwa segala hal yang
dilakukan seseorang akan mendapatkan balasan dari Allah swt.
IV
Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah Deltasari Waru Sidoarjo menjadi
bagian pendidikan karakter. Karenan program tersebut lebih banyak berperan sebagai
suplemen pada mata pelajaran-pelajaran yang sudah ada, ketimbang sebagai bahan
pelajaran baru yang menambah beban
pelajaran bagi siswa di sekolah. Adapun Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di SMP Al Falah
Deltasari Waru Sidoarjo melalui materi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Nilai-nilai antikorupsi yang diajarkan oleh
guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Agaman Islam
dan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi nilai Religius, Jujur, Toleran,
Disiplin, Kerja keras, Demokratis, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Peduli
sosial, dan Tanggung jawab. Maka dengan internalisasi
sepuluh karakter ini diharapkan peserta didika kelak siap menjadi pioner dalam
gerakan anti korupsi.
Misnatun, M.Pd.I