PENDAHULUAN
Pendidikan nasional memandang manusia Indonesia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya, makhluk individu
dengan segala hak dan kewajibannya dan makhluk sosial
dengan segala tanggung jawabnya yang hidup tengah-tengah masyarakat global
dengan segala tantangannya. Dari itulah pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab[1].
Untuk mewujudkan cita-cita mulia pendidikan,
diperlukan sistem pembelajaran yang representatif, yaitu sistem yang mampu
mengelola peserta didik mulai dari input, proses dan output berbasis pemenuhan
kebutuhan dan pengembangan potensi setiap unsur yang terdapat di dalam diri
manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan
jasmani, akal, ruh maupun kebutuhan berinteraksi, maka akan tercipta
keseimbangan yang akan berdampak pada kebahagiaan dan kedamaian.
Kenyataannya, pendidikan terutama di Indonesia belum mampu melakukan
penyeimbangan dan pengembangan terhadap potensi-potensi yang terdapat dalam
diri anak didik. Memang aturan-aturan penyelenggaraan pendidikan sudah mulai
tertata terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (NSP). Namun demikian sistem
penyelenggaraan pendidikan yang digunakan belum ada perubahan yang signifikan
sehingga masih banyak sekolah/madrasah yang beberapa elemen sistem
pendidikannya masih kurang sejalan dengan “sistem pendidikan yang
proporsional”. Proporsional tidak hanya mampu sekadar seimbang, tetapi juga
manusiawi, yakni mampu mengembangkan potensi-potensi fitrah manusia.
Untuk memperbaiki pendidikan di
negeri ini, maka berbagai potensi dan kecerdasan yang dimiliki anak wajib
digali, dikembangkan dan diarahkan dengan baik oleh orang tua, keluarga,
lembaga pendidikan, masyarakat, pemerintah dan negara untuk mencetak generasi
unggul dan “sukses hidup” di tengah persaingan global. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi,
bakat, minat dan kecerdasannya yang berbeda-beda. Menyelenggarakan pendidikan
yang memanusiakan anak, memperlakukan anak dengan ramah dan dapat mempersiapkan
dan mengembangkan potensi (fitrah)
manusia sebagai hamba Allah di dunia dan khalifatullah
di muka bumi yang merupakan tujuan utama pendidikan islam.
Menyadari akan berbagai peristiwa di atas terdapat lembaga pendidikan islam
yang telah berusaha untuk membenahi sistem pendidikannya melalui “Pendidikan
berbasis Multiple Intelligences System
(MIS)”, yaitu merupakan suatu sistem pendidikan mulai dari input, proses dan
output yang sangat menghargai setiap potensi anak didik. Dalam MIS guru
dipantik menjadi inspirator bagi anak didik yang siap menghatarkan mereka untuk
menemukan kompetensi terbaik lebih awal dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
moral kemanusiaan.
MAKNA KONSEPTUAL DAN IMPLEMENTASI
A.
Konsep Multiple
Intelligences System (MIS)[2]
Teori kecerdasan “Multiple
Intelligences”, sebuah teori psikologi yang digagas oleh Howard Gardner, psikolog dari Harvard University tahun 1983, dengan delapan macam kecerdasan,
yakni (1) Kecerdasan verbal/linguistik, (2) Logika matematik, (3) Visual/spasial,
(4) Music/rhythmic, (5) Bodi/kinestetik, (6) Interpersonal, (7) Intrapersonal,
dan (8) Naturalistic. Dalam dunia pendidikan 8 kecerdasan tersebut telah
dijadikan alat tes Multiple Intelligences
Research (MIR) untuk mengetahui kecerdasan tertinggi dan gaya belajar anak
didik, sedangkan dalam proses pembelajaran dijadikan sebagai strategi untuk
membantu mempercepat menemukan kondisi akhir terbaik anak didik, yakni sebuah
profesi yang akan menghasilkan kemanfaatan dan keuntungan dalam hubungannya
dengan kehidupan bermasyarakat tanpa ada hubungannya dengan
ketuhanan/kecerdasan spiritual.
B.
Implementasi
- Untuk melaksanakan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences System (MIS) yang mampu mengubah dari kondisi siswa negatif ke kondisi positif dengan berbagai jenis kecerdasan dan kondisi siswa, dilaksanakan rekuitmen guru berkualitas, dengan syarat utama: bersedia terus belajar dan memiliki komitmen, rekruitmen diselenggarakan melalui tes tulis, praktik (microteaching) dan wawancara,
- Proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences System (MIS),
- Penyusunan lesson plan berdasarkan hasil MIR dan SOP dengan memperhatikan 8 kecerdasan tertinggi, dan kondisi siswa,
- Penggunaan strategi Multiple Intelligences dalam pembelajaran didasrkan pada cara kerja otak secara holistic activiteis dan whole brain dengan variasi metode, aktivitas, tugas dan teaching aids yang disesuaikan dengan jenis kecerdasan dan kondisi siswa,
- Materi pembelajaran dikaitkan dan diaplikasikan dengan kehidupan nyata sehari-hari, untuk menumbuh-kembangkan kepedulian lingkungan dan sosial yang berujung pada peningkatan kecerdasan spiritual manuju Islamic Character Building,
- Penilaian kompetensi siswa, meliputi ranah kognitif (daya pikir/pemahaman materi), psikomotorik (produk/karya hasil belajar), dan afektif (sikap/respon siswa selama pembelajaran),
- Siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran satu tema, di remidi dan diberi soal-soal lain hingga siswa mampu menjawab sesuai dengan apa yang dia bisa,
- Penilaian kompetensi guru meliputi: hasil belajar siswa kualitas lesson plan, kreativitas dan perilaku/kinerja. Penilaian tersebut sesuai dengan profesionalisme guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial.
C.
Kuasi Empat Kemampuan Dasar
Apa yang
dilakukan jika menemukan bakat si kecil yang menonjol? Tentu fokus mengasah
satu talenta tersebut. Padahal, setiap buah hati menyimpan potensi besar yang semua
bisa dioptimalkan.
“Setiap anak berpotensi
memiliki kecerdasan majemuk atau multiple intelligence. Syaratnya berkembang
dengan baik sejak dari kandungan” tegas dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), spesialis
tumbuh kembang. Multiple Intelligences (MI)
merupakan kecerdasan yang terdiri atas sembilan kecerdasan yakni, kinestetik,
linguistik, matematik dan logik, spasial (abstraksi ilmu ukur ruang), visual,
interpersonal (hubungan dengan orang lain), intrapersonal (hubungan dengan diri
sendiri), naturalis (mengenal tanaman dan hewan), serta musik[3].
Dokter wawan
menjelaskan, peluang buah hati bisa menguasai Multiple Intelligences bermula dari kondisi kehamilan sang bunda
yang sehat dan proses persalinan yang aman. Dalam proses tumbuh kembang, Bunda
tidak perlu memaksa si kecil menguasai semua jenis kecerdasan. Yang perlu
dilakukan adalah membuat si kecil menguasai empat kemampuan dasar yakni,
motorik kasar, motorik halus, sosialisasi dan berbahasa.
“Jika semua hal itu terpenuhi,
ketika anak memiliki perkembangan proporsi yang seimbang, anak itu berhak
mempunyai Multiple Intelligence”
ujarnya. Semua itu harus dikuasai sebelum buah hati berusia enam tahun.
Kemampuan motorik kasar akan
mendorong kecerdasan kinestetik. Bahasa mendorong kecerdasan linguistik dan
musikal. Motorik halus mendorong kecerdasan kemampuan visual spasial dan
logikal matematika. Sementara kemampuan sosial dan kemandirian bisa mendorong
kemampuan natural, interpersonal dan intrapersonal hingga moral spiritual.
Setelah buah
hati terlihat menguasai keempatnya, barulah bunda berdiskusi dengan si kecil
soal bidang yang paling diminati. Di sisi lain, kenalkan pula beragam kemampuan
kecerdasan dengan cara yang fun dan
tidak memaksa. “Nanti anak memilih sendiri apa yang disukainya. Kalai anak
menyukainya akan muncul potensi di bidang itu” terang wawan.
Satu hal yang haram dalam
proses mengasah Multiple Intelligence
adalah memaksa si kecil menguasai bidang tertentu. Jika dipaksakan, bakal jadi
bumerang. “Si kecil bisa saja menguasai bidang yang diarahkan orang tua. Tetapi
mereka tidak akan mendapat potensi sesungguhnya”. Tegas wawan
D.
Active Learning Metode
Metode active learning
adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif, dengan
menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran,
memecahkan masalah, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka ketahui ke dalam
persoalan yang adal dalam kehidupan nyata (Zaini, 2002, XVI).
Sesuatu metode pembelajaran
yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif menggunakan otak baik untuk
menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau
mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam suatu peprsoalan yang ada
dalam kehidupan nyata. (Zaini, 2002, XIII).
Pembelajaran
aktif (active learning) dimaksudkan
untuk mengoptimalkan penggunaam semua potensi yang dimiliki oleh anak didik,
sehingga semua anak didik dapat mencpai hasil belajar yang memuaskan sesuai
dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping pembelajaran aktif
(active learning) juga dimaksudkan
untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses
pembelajaran. (Hartono, 2009: 1). Dalam hal ini pembelajaran aktif merupakan
segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siwa berperan secara aktif dalam
proses pembelajaran itu sendiri baik dalam bentuk interaksi, diantaranya
aktivitas siswa, peran guru dan pemanfataan lingkungan dalam proses pembelajaran
tersebut.
Metode belajar aktif dalam
pendidikan agama Islam, khususnya bagi kelas usia rendah merupakan cara yang
efektif digunakan karena untuk mempelajari sesuatu dengan baik, belajar aktif
membantu untuk mendengarkannya, melihatnya, mengajukan pertanyaan tentang
pelajaran tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Yang paling penting
mereka memecahkan masalah secara sendiri, memberikan contoh yang kreatif dan
melakukan berbagai tugas. Belajar aktif dalam pendidikan agama Islam akan mampu
menciptakan lulusan yang mandiri dan kreatif karena segala aktifitasnya itu
didasarkan atas pengalaman yang nyata.
Deskripsi
penerapan metode active learning,
instrumen yang digunakan pada hal ini adalah wawancara kepada guru mata
pelajaran fiqih, karena pada siklus II guru juga mendampingi siswa dalam proses
belajar mengajar dengan menggunakan metode active larning, sehingga guru
mengetahui peningkatan baik prestasi maupun minat siswa terhadap pelajaran.
Metode active learning sangat perdampak positif bagi proses belajar, siswa
lebih aktif, minat siswa meningkat dan prestasi siswapun terbukti meningkat,
dalam hal ini dapat memudahkan pendidik dalam PBM untuk memahamkan materi yang
diajarkan.
PENUTUP
Kesimpulan dari hasil kegiatan
seluruh pembahasan bahwa pembelajaran dengan metode active learning dapat
membawa dampak positif terhadap prestasi siswa, dibuktikan dengan perolehan tes
yang sangat meningkat dan respon pendidik tentang metode active learning pun
begitu positif dan dapat dijadikan acuan untuk materi yang akan datang. Untuk
menggunakan metode active learnig, diperlukan perencanaan yang matang untuk
mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan baik media ataupun materi.
DAFTAR PUSTAKA
AL-Abrashi, Muhammad ‘Atiyah. At-Tarbiyyah
Al-Islamiyah, Kairo; Dar al Ma’rif, 1985.
Agustuan, Ary Ginanjar, Emotional
Spiritual Quotient (ESQ). Jakarta PT. Arga, 2002.
Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia, Sekolah
Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia. Bandung PT. Mizan Pustaka,
2009.
Elain, B. Johnson. Contextual
Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Asage Publication
Company Thousand Oaks, 2002.
Eny
Purwati, Ringkasan Disertasi Model
Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor
Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011.
Gardner, Howard. Development and
Education of the Mind. New York: Basic Books, 1992.
______. Multiple Intelligences: The
Theory in Practice. New York: Basic, 1993.
Hanifudin, Ringkasan Disertasi Model
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berbasis Multiple intelligences (MI), (Studi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
jenjang SMP. Surabaya: Program Doktor Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2010.
Jawa Pos, edisi Jum’at, 21 September 2012
Malik Fadjar, A. Visi Pembaruan
Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998.
Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media, 2006.
Nash ‘Ulwan, Abdullah. Tarbiyah
al-Aqlad fi al-Islam. Kairo: Dar as-Salam, 1997.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam
Persfektif islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa Depdiknas, 2008.
______. Permendiknas nomor 19 tahun
2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
______. Undang-undang nomor 20 tahun
2003 tentang Siswam Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Data dan Informasi,
Balitbang, 2004.
______. Peraturan pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan Jakarta: Depdiknas, 2005.
______. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Undang-undang Guru dan Dosen.
Jakarta: Cemerlang, 2005.
[1] Depdiknas, Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (Jakarta:
Pusat Data dan Informasi, Balitbang, 2004), 4
[2]
Eny Purwati, Ringkasan Disertasi Model
Pembelajaran PAI berbasis Multiple Intelligences, Surabaya: Program Doktor
Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011.
[3]
Jawa Pos, edisi Jum’at, 21 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar